Beranda | Artikel
Menikmati Lelahnya Ibadah
Kamis, 27 Mei 2021

Bismillaah, walhamdulillaah wash sholaatu was salaamu ’ala Rasulillaah, wa ba’du.

Siapa di dunia ini yang tak merasakan lelah? Semuanya pernah mengalaminya. Kehidupan ini selalu berputar. Lelah dan freshnya tubuh, datang bergantian. Tak perlu kita bermimpi menghindar dari kondisi ini. Seperti impian orang-orang malas. Mukmin itu, seorang pejuang, yang siap capek demi kebaikan, yang siap berkorban demi keridhoan Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan pesan semangat,

“Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah, namun pada masing-masing (dari keduanya) ada kebaikan. Bersemangatlah terhadap hal-hal yang berguna bagimu, mohonlah pertolongan kepada Allah, dan jangan menjadi lemah. Jika kamu ditimpa sesuatu, jangan berkata seandainya aku berbuat begini, maka akan begini dan begitu, tetapi katakanlah Allah telah menakdirkan, dan kehendak oleh Allah pasti dilakukan. Sebab kata ‘seandainya’ itu dapat membuka perbuatan setan.” (H.R. Muslim).

Untuk memiliki iman yang sempurna, seorang harus siap berjuang, siap capek demi meraih cinta Sang Pencipta.

Untuk Apa Mereka Berlelah-lelah 

Yang menjadi persoalan, bukan soal capek ngga capek. Tapi, untuk apa seorang menghabiskan lelahnya?

Coba kita lihat ke luar sana, betapa banyak orang-orang yang durhaka (bermaksiat) kepada Allah Ta’ala, rela berlelah-lelah. Bahkan mereka menikmati lelah mereka. Bahkan mereka berusaha menghibur diri dengan kata-kata ‘mutiara’ untuk tetap bertahan dan sabar dengan kelelahan mereka. Orang-orang kafir, rela bercapek ria, demi membela kekafirannya. Para pendosa, rela bercapek ria, sampai terwujudlah dosanya.

Mereka yang mencari jalan menuju neraka pun rela untuk berlelah-lelah. Para pencari surga, sungguh harus lebih rela untuk lelah.

Seribu pasukan musyrik rela berjalan menuju Badr, di musim panas yang menyengat. Karena perang Badr terjadi di bulan Ramadhan, yang identik dengan musim panas. Bulan Ramadhan sendiri disebut Ramadhan, karena panasnya cuaca di bulan tersebut. Berjalan kaki sekitar 500 km, di tengah terik matahari yang membakar, melewati gunung-gunung batu yang gersang, dan padang pasir yang kering panas. Untuk apa mereka berlelah-lelah ini?

Bahkan 10.000 pasukan musyrik, rela capek berjalan ke Madinah, berperang di tengah terik matahari, saat perang Uhud di bulan Syawal, menguras pikiran dan menguruskan otot, untuk memperjuangkan kemusyrikan mereka, mencari murka Allah!

Fir’aun dan bala tentaranya, rela lelah mengejar Nabi Musa dan pengikutnya, hingga rela menyeberangi laut. Akhirnya mereka lelah dan mati tenggelam di laut merah.

Tentu beda capeknya kaum musyrikin itu dengan orang-orang beriman. Lelahnya orang-orang kafir adalah kepedihan, siksaan dan murka Allah. Adapun lelahnya orang-orang beriman, adalah kenangan bahagia, nikmat dan ridho Allah.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),

Jika kalian (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka mereka pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang zhalim.” (Q.S. Ali ‘Imran: 140).

Suatu hari Umar melewati seorang pendeta, kemudian beliau memanggilnya, Wahai Pendeta…” Saat memandangi si pendeta, Umar tiba-tiba menangis. 

Apa gerangan yang membuat Anda menangis Ya Amirul Mukminin?” tanya heran sang pendeta.

“Aku teringat firman Allah ‘Azza wa Jalla” , tanggap Umar,

Dia bekerja keras lagi kepayahan. (Namun pada akhirnya) dia memasuki api yang sangat panas (neraka).” (Q.S. Al-Ghasyiyah: 3-4).

Maka jika mereka pun berani capek untuk mencari neraka Allah, mengapa kita tidak berani capek untuk mencari surga Allah?

Tuhanmu Senang Melihat Lelahmu dalam Ibadah

Allah amat senang melihat bekas-bekas capeknya orang-orang beriman, saat mereka berjuang menggapai ridha-Nya.

Tentang jama’ah haji yang sedang wukuf di padang ‘Arofah, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Sesungguhnya Allah membanggakan penduduk Arafah kepada malaikat-Nya pada siang Arafah, seraya berfirman, “Lihatlah kepada hamba-Ku! Mereka datang dalam kondisi lusuh dan berdebu.” (H.R. Ahmad. Dishahihkan oleh Albani).

Tentang mujahid yang gugur di jalan Allah, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

“Tidak ada seorangpun yang terluka di jalan Allah, dan Allah lebih tahu siapa yang benar-benar terluka di jalan-Nya (yakni yang jujur dan ikhlas)-, kecuali dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan lukanya mengalirkan darah, warnanya warna darah, dan aromanya aroma kasturi (misk).” (H.R. Tirmidzi).

Lelahnya Perjuangan Peraih Surga

Meraih surga, bukan hal mudah yang cukup diraih dengan angan-angan dan malas-malasan. Penduduk surga adalah orang-orang yang diuji dengan berbagai perjuangan dan pengorbanan, yang mencapekkan jiwa, raga dan pikiran, lalu mereka lulus ujian. Penduduk surga adalah pejuang tangguh, orang-orang yang rela berkorban tanpa pamrih, kecuali untuk meraih cinta Rabb mereka.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),

Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, Kami telah beriman, dan mereka tidak diuji?

Sungguh! Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta. (Q.S. Al-Ankabut: 2-3).

Oleh karena itu, dalam banyak ayat, Allah menceritakan apa sebabnya mereka bisa masuk surga. Yaitu karena kesabaran mereka menahan ‘capek’ demi memperjuangkan surga.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), Mereka itu akan diberi balasan dengan tempat yang tinggi (dalam surga) atas kesabaran mereka, dan di sana mereka akan disambut dengan penghormatan dan salam. (Q.S. Al-Furqan: 75).

Menjadi Pelebur Dosa

Ada dua daun timbangan di hari penghitungan amal nanti (Yaumul Hisab). Satu untuk menimbang amalan baik, satu untuk menimbang amalan buruk (Syarah Thohawiyah, hal. 472).

Atas dasar rahmat Allah, satu amalan kebaikan dilipatkan minimal 10 x lipat, amal dosa tidak dilipatkan, satu perbuatan dosa dihitung satu dosa.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Siapa berbuat kebaikan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya. Dan barangsiapa berbuat kejahatan dibalas seimbang dengan kejahatannya. Mereka sedikit pun tidak dirugikan (dizhalimi). (Q.S. Al-An’am: 160).

Artinya, satu timbangan amal kebaikan, lebih berat sepuluh kali lipat daripada satu timbangan amalan dosa.

Sekarang coba kita mengingat, sudah berapa banyak dosa yang dilakukan. Sudah berapa capek yang terkorban untuk maksiat. Saatnya menebus capeknya dosa-dosa itu dengan capek beribadah kepada Allah. Dan berbahagialah, karena satu lelahmu dalam ibadah, akan lebih berat 10 kali lipat daripada satu lelahmu dalam melakukan dosa.

Kita periksa mata kita, pernahkah capek karena melihat hal-hal yang Allah haramkan? Jika iya, ayo kita capekkan mata kita untuk ibadah, membaca Al Quran, membaca hadis-hadis Nabi, membaca buku-buku agama yang membuat kita semakin mengenal agama Allah serta melahirkan takwa dan takut kepada Alalh. Agar capeknya mata kita saat ibadah, dapat melebur dosa capeknya mata kita saat kita gunakan untuk maksiat.

Kaki pernah capek untuk berbuat maksiat? Jika iya, ayo lelahkan kaki kita untuk ibadah, melangkahkan kaki ke masjid, ke majelis ilmu, thowaf di Baitullah, Sa’i antara Sofa dan Marwa. Agar capeknya kaki kita saat ibadah, dapat menebus dosa capeknya kaki kita saat kita langkahkan untuk maksiat.

Demikian pula, telinga, hati, pikiran, seluruh anggota badan. Karena kebaikan akan menghapus keburukan.

Rasul shallallaahu ’alaihi wa sallam bersabda,

Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada, dan hendaknya setelah melakukan kejelekan engkau melakukan kebaikan yang dapat menghapusnya. Serta bergaulah dengan orang lain dengan akhlak yang baik.” (H.R. Ahmad  dan Tirmidzi).


Ditulis oleh  Ustaz Ahmad Anshori Lc., Disarikan dari artikel  https://muslim.or.id/47968-menikmati-lelahnya-ibadah.html

Dimuraja’ah oleh Ustaz Abu Salman, B.I.S.


Artikel asli: https://buletin.muslim.or.id/menikmati-lelahnya-ibadah/